Sabtu, 04 Desember 2010

Wanita Sholehah, kapankah kuwujudkan?

Perhiasan yang paling indah bagi seorang abdi Allah
Itulah ia wanita sholehah
Ia menghiasi dunia

Perhiasan yang paling indah bagi seorang abdi Allah
Itulah ia wanita sholehah
Ia menghiasi dunia
Itulah ia wanita sholehah
Ia menghiasi dunia

Aurat ditutup demi kehormatan
Kitab Al Qur'an didaulahkan
Suami mereka ditaatinya
Walau berjualan di rumah saja

Karena iman dan juga Islam
Telah menjadi keyakinan
Jiwa raga mampu di korbankan
Harta kemewahan dileburkan

Di dalam kehidupan ini
dia menampakkan kemuliaan
Bagai sekutum mawar yang tegar
Ditengah gelombang kehidupan

Aurat ditutup demi kehormatan
Kitab al Qur'an didaulahkan
Suami mereka ditaatinya
Akhlak mulia yang ia hadirkan

Karena iman dan juga Islam
Telah menjadi keyakinan
Jiwa raga mampu di korbankan
Harta kemewahan dileburkan

Di dalam kehidupan ini
dia menampakkan kemuliaan
Bagai sekutum mawar yang tegar
Ditengah gelombang kehidupan

Wanita sholehah....

(the Fikr)

Aq menangis mendengar lagu ini, sebuah gambaran keindahan yang terukir jelas dari seorang muslimah kaffah. Ia begitu sempurna. Sempurna dalam menjaga kehormatannya, sempurna dalam pengabdiannya kepada sang suami, sempurna dalam mencintai dan mengamalkan Al-Qur’an, sempurna dalam pengorbanan dan ketegaran, sempurna akhlaqnya, sempurna keimanan dan keislamannya.

Penghargaan tertinggi yang hanya pantas didapatkan oleh abdi Allah. Perhiasan terindah yang mengalahkan gemerlap emas permata. Bagai sekuntum mawar yang tegar di tengah gelombang kehidupan. Begitu indah, begitu berharga.

Lalu aku menoleh pada diriku. Sebuah fakta yang melukiskan keterbalikan. Aku yang masih belum bisa sepenuhnya menjaga izzahku. Aku yang masih begitu jauh dari Al-Qur’an. Kegagalan dan kesulitan hidup bahkan mampu membuatku kehilangan arah dan putus asa. Di mana letak ketegaran? Di mana terselip pengorbanan?

Berapa banyak hal yang telah kulakukan di jalanNya? Sudahkah semua itu kulakukan dengan ikhlas? Tidakkah ada harap pujian yang menyertainya?

Rabbi,,, bantu hamba mencapai derajat itu,,,

Kamis, 02 Desember 2010

Sesejuk Rindu PSI 3 (part 3)

Hari ketiga dan terakhir rangkaian acara PSI 3. Asupan ruhiyah hari ini diwakili dengan kegiatan SMS (Sunday Morning Spirit) yang membahas masalah kepemimpinan Rasul. Tidak dapat dipungkiri kalau beberapa dari kami kurang bisa menangkap materi dengan baik. Bukan karena penjelasannya yang kurang jelas atau pembawaan sang ustadz yang kurang menarik, hanya saja pikiran kami masih dilingkupi bagian demi bagian faktor SWOT yang belum sempurna. Dengan tampang melas aku meminta penjelasan mengenai hal tersebut pada soulmateku, wakabiro Admin BPM. Tapi percuma, aku sudah terlanjur down.

Penderitaan kami tidak berhenti sampai di situ. Gara-gara pertimbangan waktu yang kurang pas, akhirnya jadwal sarapan diundur setelah materi terakhir. Kamipun mengikuti materi dengan wajah nyengir menahan lapar. Saat inilah kami bisa merasakan bagaimana penderitaan orang-orang yang bahkan tidak bisa menjanjikan akan memberikan asupan energi untuk tubuhnya. Rabb,,, ampuni kami yang kurang bisa bersyukur atas rahmatMu.

Pukul sepuluh pagi, aku dan kedua putri kastil melangkahkan kaki menuju parkiran manarul Ilmi. Satu hal yang ada dalam benak kami, bagaimana bisa menemukan pasangan syuro yang telah disebar pada tiga titik kritis. Dari kejauhan kami melihat dua kelompok ikhwan tengah berjaga di pos darurat. Menanti korban kelaparan yang baru saja mendapatkan pertolongan pertama dari panitia.

Dalam kebingungan, salah satu putri kastil berkata, “Kayaknya yang depan ini deh, Ukh.” tanpa pikir panjang kami segera menuju balik hijab pos pertama. Sampai di TKP, kami lebih bingung lagi melihat potongan tikar dengan lebar sekitar 60 cm yang mbejudul di balik hijab. Ini cukup nggak yah dipake duduk? Kataku dengan suara lirih, namun cukup keras untuk didengar kaum Adam di seberang. “Kita juga sempit koq, Ukh. Nggak pa-pa.”

Ditemani semilir angin dan sesekali bunyi kendaraan yang lalu lalang, syuro’pun dimulai. Diawali dengan kabar gembira tentang datangnya salah satu anggota kelompok yang mengaku telah melahap habis semua menu LKMM TM. Seperti merasakan hujan pertama di penghujung kemarau, ada kesejukan yang mengaliri relung hatiku. Inna ma’al ‘usri yusroo, kalimat itu benar adanya.

Dengan sigap sang pahlawan alumni LKMM TM mengarahkan kami untuk berpikir cepat, menemukan tiap celah dan solusi dari tiap lini di JMMI. Aku puas, mereka tidak perlu tahu kalau ada setetes air mata haru yang mengembun di ujung mataku. Setelah beberapa waktu tertekan oleh keterbatasan kemampuan, akhirnya aku menemukan secercah harapan yang membuatku semakin yakin bahwa tidak ada yang tidak mungkin untukNya.

Ba’da dhuhur di ruang sidang FTI, presentasi pertama dipersembahkan oleh kelompokku. Kalau boleh aku menilai secara subyektif, aku akan mengatakan “perfect”. Semua berjalan sesuai rencana, termasuk pembagian job yang mengharuskan semua orang di kelompok kami untuk berargumen.

Matahari mulai meredupkan sinarnya, siap berganti dengan senyum manis sang rembulan. Rangkaian acara PSI 3 telah usai. Menyisakan kesan manis dalam bingkai persaudaraan. Sejenak aku merasa ada ikatan yang begitu kuat dengan organisasi yang membesarkanku selama tiga tahun ini. Sempat pula aku merasa keputusanku untuk meninggalkannya di tahun keempat perlu dipertimbangkan lagi. Hanya Allah yang tahu, apa yang akan terjadi nanti. Semoga aku mampu memberikan yang terebaik di sisa waktu enam bulan ini. Hingga detik aku mengakhiri tulisan ini masih bisa kurasakan kesejukan rindu PSI 3. Thanks 4 all,,,(Miel)


PSI 3 in memorial, 26-28 Nopember 2010

2 Desember 2010, 18.52 WIB

Asrama Mahasiswa ITS D205

Sesejuk Rindu PSI 3 (part 2)

Akhirnya kabar itu datang, lewat sms manis mbak kaput yang mengabarkan kelulusanku. Episode selanjutnya adalah perjalananku mengupas detik PSI 3…

Malam Sabtu at SDIT Al-Uswah, materi pertama cukup membuatku keki dengan gaya bicara dan sapaan mbak pemateri. Logat makassar yang mengalir melalui tiap katanya mengingatkanku pada sosok inspirator yang beberapa tahun lalu menuntunku untuk terus bersyukur atas nikmatNya. Sapaan yang ia lontarkan pada peserta justru membuatku geli ,”Ustadzah, silahkan baca surat … ayat …”. Dengan ilmu agama yang baru seujung kuku, pantaskah aku menerima sebutan itu?

Sabtu pagi, masih di SDIT. Syahdu kudengar alunan dzikir ma’tsurat yang mengiringi sang surya merangkak meninggalkan peraduannya. Dilanjutkan taujih singkat dari beberapa peserta yang mengupas essai masing-masing. Asupan ruhiyah udah cukup, step to the next charger. Berbekal ilmu senam yang terbatas, peserta PSI 3 siap mengguncang bumi SDIT dengan berbagai gaya gerak badan. Panitia tak kurang akal, demi menumbuhkan semangat dan inspirasi peserta, maka music pengiringpun diolah sedemikian rupa hingga mampu meluluhlantakkan tiap persendian, memeras habis tetes keringat, dan menyisakan tawa berderai yang memicu senyum mentari di pagi hari. Dia menjadi saksi, seberkas cahaya ukhuwah telah terpancar.

Materi demi materi berlalu dengan iringan semangat dan antusiasme PSIer. Momen itu menjadi saat paling berarti dalam pembentukan pemahaman dan perasaan terikat pada dakwah kampus. Di situlah kami mendapat gambaran kondisi dakwah kampus saat ini. Dari berbagai pergerakan yang muncul, makna dan tindakan yang harus diambil sampai cara untuk menganalisa posisi organisasi dakwah Islam tertinggi di ITS, JMMI, dalam matriks TOWS.

Satu hal yang menarik dari serangkaian kegiatan ini adalah ditegakkannya kedisiplinan, baik peserta maupun panitia. Tercatat delapan orang akhwat yang dinyatakan bermasalah dalam kedisiplinan dan terpaksa harus menghadap komdis. Bukan hal yang aneh sebenarnya kalo kita menerima hukuman atas pelanggaran yang dilakukan. Tapi lucunya, mengangkat nama ukhuwah dan kepedulian, hukuman fisik yang terbagi tidak rata untuk masing-masing terdakwa secara bijaksana dapat kita sama ratakan. Yah, total 75 banding itu akhirnya dibagi rata. Masing-masing orang 10 banding dengan kelebihan nominal sebagai tabungan untuk hukuman selanjutnya.

Kami menyambut senja dengan sebuah simulasi sederhana yang memposisikan kami sebagai AHWA JMMI. Tiga kelompok dibentuk dengan konten lengkap, ikhwan akhwat. Sock, kata itu yang pertama memenuhi relung hatiku mendengar nama-nama kelompokku. Tiga akhwat termasuk diriku harus bekerjasama dengan empat orang dari golongan Adam. Aku membayangkan diriku berada di sebuah kastil negeri dongeng dengan dua orang putri yang begitu lembut dan kalem. Sementara diriku adalah si pendongeng yang tak henti mengoceh menyampaikan kisahnya. Bukan hanya itu, empat ikhwan yang menjadi lawan main kami bahkan belum kukenal sama sekali.

Hampir aku kehilangan semangat hidup dan berniat mengakhirinya dengan makan gimbal tempe sebanyak-banyaknya (gak nyambung,,). Beruntung salah satu putri itu berkata, “Anti nggak kenal mereka sama sekali ta, Ukh? Itu loh SC-SC GMAIL..”.

Nah lo, maksudnya apa nih. Masak aku harus ikut-ikutan reuniannya anak-anak GMAIL sementara aku masih punya keluarga rimba (SC RDK,hehe,,). Kekhawatiranku tak terbukti, ternyata kerjasama kami berlangsung lancar meskipun tanpa melalui proses ta’aruf (??). Syuro perdana sore itu dihadiri tiga ikhwan dan tiga akhwat. Ngenes, nggak satupun dari peserta syuro yang pernah mengenyam bangku LKMM TM. Padahal tugas yang diberikan adalah menganalisa kondisi JMMI dan mencari strategi untuk menyempurnakan kekurangannya. Namun itu tidak membuat kami putus asa, dengan keterbatasan pengetahuan kami mencoba menganalisa kondisi JMMI menurut kacamata masing-masing. Sayangnya hanya beberapa orang saja anggota kelompokku yang pake kacamata. Nggak ada hubungannya sih sebenerE, pake kacamata atau nggak. Intinya kita coba melakukan yang terbaik meskipun harus berada dalam tekanan salah satu ikhwan yang ribut minta cepet mandi, baru kali ini aku menemukan ikhwan yang pengen syuro segera berakhir dengan alasan pengen mandi, subhanallah,,,

Syuro diakhiri dengan penugasan agar seluruh anggota berguru pada teman-teman alumni LKMM TM mengenai cara pembuatan matriks TOWS. Dengan legowo teman-teman akhwat menerima tugas tambahan untuk membuat desain powerpoint yang akhirnya membuat mataku terjaga hingga lewat tengah malam.

Malem mingguku kali ini benar-benar berbeda. Akhirnya aku bisa memahami mengapa banyak remaja suka datang ke diskotik dan tempat-tempat sejenisnya hanya untuk sekedar berajep-ajep. Waktu itu sekitar pukul setengah sepuluh malam, keletihan yang membekas setelah mengikuti rangkaian kegiatan hari itu nampak jelas di mata PSIer. Sebenarnya kita bisa dengan leluasa mengistirahatkan diri jika saja tidak ada deadline tugas yang menunggu keesokan harinya. Dengan mata kuyu dan tak bertenaga, aku dan PSIer lainnya menghampiri mbak-mbak PH yang sudah siap di depan layar laptop. Seberkas senyum tersungging, diikuti jajaran kata yang membuat kami sedikit kelabakan. “Oke, biar nggak ngantuk kita senam malem yah!!”.

Gubrak!!

Nggak tau apa kalo seluruh badan kita dah ngilu-ngilu. Tapi, ada benarnya juga sih. Cuma gerak badan yang membuat mata jadi enggan merengek-rengek minta merem. Kami sepakat. Sebuah lagu dengan ritme menghentak-hentak dilantunkan, memaksa kami untuk menggerakkan seluruh badan. 1, 2, 3…selama beberapa menit kami terbawa alunan musik yang kemudian memulihkan otot-otot yang sedari tadi tegang. Yaps, kami akhirnya siap berkelut dengan tugas masing-masing.

Waktu menunjukkan hampir jam sebelas malam. Tampilan power pointku belum sempurna. Kutoleh dua putri yang menemani perjalananku, mereka sudah terlelap dalam bingkai mimpi. Tekadku sudah bulat, PPTku harus selesai malam ini juga. Masih ada tiga akhwat lain yang terjaga. Mereka juga sibuk dengan tugas kelompok masing-masing. Bedanya, mereka tengah membahas AKO RPO, sementara aku dengan data kosong berencana menarik perhatian peserta dengan tampilan powerpoint yang wah.

Nelongso aku mendengar obrolan mereka yang notabennya alumni LKMM TM. Diskusi panjang mereka terdengar berbobot, “Eh, kita bikin fishbone dulu yah. Kelompokmu udah nyampe mana?”

Yang ditanya menjawab, “Baru bikin tulang aja, belum sampek durinya.”

Aku melongo, di benakku tergambar sebuah kepala ikan diikuti tulang-tulang lurus yang makin mengecil mendekati ekor. Mirip gambar yang biasanya ada di kaos-kaos distro. Pikiranku semakin kalut. Tulang? Duri? Perasaan nggak ada bagian-bagian itu di tugas kelompokku. Dilingkupi perasaan minder yang teramat sangat, aku berdoa agar Yang Maha Kuasa memberikan sedikit petunjukNya pada kami. Minimal tidak membuat kami terlihat cupu dan memalukan. Kuakhiri hari yang melelahkan ini dengan sebuah doa di penghujung pukul satu dini hari.

Sesejuk Rindu PSI 3 (part 1)

PSI 3 baru saja berlalu, namun kenangan demi kenangan masih saja hilir mudik di kepalaku, menyentuh dasar hatiku, menumbuhkan bunga tidurku, mempermainkan pikiranku hingga tak sedetikpun waktu kujalani tanpa senyum bahagia yang mengharu-biru. Bismillah, kubuka catatan ini dengan sebait kata lebay yang begitu saja menuntun tanganku memencet beberapa tombol keyboard. Berharap ada keseriusan yang terpancar dari tiap untaian kata,,,

Dimulai dengan masa screening yang membuatku harus mengelap peluh berulang kali, mengusap lembut bulir bening yang muncul di sudut mataku. Bukan karena saking angelE, bukan pula saking nderdegE apalagi saking seremE para screener. Justru peluh dan air mata itu menjadi bukti bahwa screening GeJe lebih efektif (hehehe,,,). Aku ingat betul, masa itu dibagi menjadi tiga sesi. Sesi ghibah, sesi toefl bahasa arab, dan sesi ramah tamah (baca : sesi kelembagaan, sesi tahfidz dan tahsin, dan sesi tsaqofah Islamiyah).

Aku punya alasan sendiri memberikan nama itu untuk tiap sesi. Pertama, sesi ghibah. Dibuka dengan bismillah dan diakhiri Alhamdulillah, bukan itu sih alasannya. Sesi ini mengantarkanku untuk berargumen mengenai organisasi dakwah kampu ITS, khususnya JMMI (Jamaah Masjid Manarul Ilmi). Bukan Miel namanya kalo bisa over serius memberikan pendapat apalagi screenernya budhe waDiq BPM (pisss,budz…). Alhasil sesi ini sukses menjadi forum ghibah yang luar biasa. Eits,jangan su’udzon dulu. insyaAllah kami sudah professional dalam berghibah (nah lo??). Alhamdulillah, topik ghibah kami hanya terbatas pada kondisi dakwah kampus saat ini, khususnya yang berkaitan dengan sepak terjang JMMI di kancah nasional, kejauhan, di ITS dan sekitar maksudnya. Sesi ini berakhir dengan masalah mukenah kucel yang kurang mendapat perhatian pengurus.

Sesi kedua, toefl bahasa arab. Seharusnya sesi ini menjadi saat paling syahdu dan menyentuh hati. Di mana akan mengalun ayat-ayat cinta yang menggetarkan. Namun, keterbatasanku membuat sang screener harus mampu mencari cara lain untuk memaksaku buka mulut. Muraja’ahku kacau, hafalan yang hanya sepertiga puluh dari Al-Qur’an itu menguap begitu saja. Menyisakan potongan ayat-ayat yang tak mampu kurangkai dalam urutan yang benar. Beruntung Bulek KD (screener saat itu) cukup cerdas untuk membantuku menemukan kata demi kata yang kemudian kurangkai menjadi ayatNya. Yah, sesi ini lantas berganti menjadi forum transletting, dari bahasa Indonesia ke bahasa Arab. Dengan sabar bulek mendikteku dengan kata-kata dalam bahasa Indonesia yang lantas kuterjemahkan dalam bahasa arab (dibantu ilmu nahwu-shorof yang juga hampir kedelete). Menurut perkiraanku, minimal ada nilai C tertulis di rapor screeningku.

Sesi ketiga, ramah tamah. Sesi ini yang paling seru. Dipandu Cing Syika yang entah kesambet setan apa sehingga berubah menjadi sosok dermawan nan menawan (maksudE??). Berdasarkan pengalaman banyak peserta ujian yang menyogok pengujinya untuk mendapat kelulusan. Tapi ternyata hal itu nggak berlaku di screening PSI 3. Aku yang lemah dan tak berdaya ini begitu beruntung diuji oleh screener berhati malaikat. Dengan senyumnya yang khas, beliau merogoh tas dan mengeluarkan sesuatu yang terbungkus selembar kertas. “Kita screeningnya nyantai aja yah,,,” katanya sambil membuka bungkusan itu. Zat padat warna coklat menyeruak, mengeluarkan aroma yang membuatku tak tahan lagi untuk tidak menyantapnya. Sesi ini berlangsung damai.

Beberapa hari kulalui dalam kegelisahan. Menunggu hasil screening yang tak kunjung tiba. Pikiranku buntu, tak mampu menyerap informasi apapun. Mulutku terus terkatub, tak mampu menerima apapun meski hanya setetes air dan sebutir nasi. Tiap malam aku terjaga, mengingat kembali masa screening yang membuatku enggan memejamkan mata. Hariku hampa, senyum pudar yang nampak dari wajahku bahkan turut mengundang simpati keluarga kucing yang menghuni blok D asrama ITS. Mereka terus mengeong, menghiburku dengan tingkah lucu mereka. Namun semua sia-sia, aku tetap terpuruk dalam penantian. (PERHATIAN, kisah dalam paragraf ini hanya fiktif belaka, hehe)

AKU BERMIMPI UNTUK DAKWAH KAMPUS ITS

Sebelumnya aku minta maaf kepada panitia PSI 3 atau siapapun yang membaca tulisan ini. Mungkin apa yang kutulis jauh dari syarat-syarat essai yang baik. Aku memang kurang mahir menulis artikel resmi. Aku lebih enjoy menggabungkan kalimat demi kalimat yang kuadopsi atau adaptasi dari pemikiran, pengalaman atau hasil pengamatanku pada lingkungan sekitar. So, jangan pernah komplen kalo tulisanku nggak jauh beda dari cerita-cerita di buku harian…

Waktu itu sore hari menjelang maghrib. Diselimuti cahaya yang mulai redup, dihiasi gemerisik obrolan ringan penghuni ruang TU (Timur Utara) Manarul Ilmi. Aku tidak pernah berniat untuk mengikuti jejak teman-temanku, menghadap mbak-mbak BPH yang kemudian menyodorkan berbagai jenis pertanyaan dan permintaan, dari yang ringan sampe yang bikin kelabakan. Yah, sebut saja peristiwa itu sebagai screening PSI 3.

Di pojokan, depan tempat mukenah aku melihat kopidept kaderisasi duduk berhadapan dengan kopidiv pengembangan. Sekitar dua meter dari tempat itu ada waDiq, eits salah, maksudnya wadir BPM duduk berdua-duaan dengan wakabiro admin. Dan tidak jauh dari keduanya nampak kadept keputrian juga tengah bersitegang dengan sekputnya. Aku menahan tawa, ini screening apa syuro internal departemen??

Akhirnya setelah beberapa menit berlalu dan masing-masing screener telah selesai dengan pelanggannya masing-masing, merekapun mulai menoleh ke arahku. Tiba-tiba perasaanku nggak enak. Waduh, alamat jadi korban selanjutnya,,,

Singkat cerita aku merelakan diriku yang malang ini untuk diserang habis-habisan oleh para screener (hehe,,,nggak separah itu sebenarnya). Keluar dari forum eksekusi aku mendapat oleh-oleh sebuah tugas, bikin essay dengan tema “Aku Bermimpi untuk Dakwah Kampus ITS”.

Mati sudah, seingetku diantara mimpi-mimpi yang sempat menghampiri tidurku tidak ada satupun yang menyinggung masalah dakwah kampus ITS. Lalu apa yang harus kujadikan bahan essaiku? Brain storming, aku berfikir keras untuk cari solusi. Hingga akhirnya pikiran lemotku mendadak hilang, berubah menjadi segumpal zat padat yang mendarat di kepala Einstein. Nggak lah, kejauhan. Mending kepala pak Ridwansyah Yusuf aja,,,beliau kan keren di bidang tulis menulis J.

Aku baru ingat kalau kebiasaanku mengambil pelajaran dari kejadian sehari-hari telah mengajarkanku banyak hal. Dan kebiasaan itu pula yang seringkali memaksa dua sisi karakterku untuk saling berdebat mengenai suatu kejadian.

Mulai serius,,,,

Pak Yusuf pernah menulis dalam salah satu artikel di blognya yang menyatakan bahwa dakwah kampus memiliki keunikan tersendiri dari segi objek dakwahnya, dimana dakwah kampus memiliki objek dakwah yang secara sosio-demografis homogen. Ia seorang yang berpendidikan, menggunakan logika dalam berpikir, serta terbuka terhadap segala informasi.

Kalimat itu memang benar. Sifat mahasiswa yang selalu menggunakan logika dalam berpikir membuat mereka tidak ceroboh dalam mengambil keputusan. Selalu ada pertimbangan matang yang disimpulkan dari hasil pemikirannya, pendapat orang lain dan pengalaman di masa lalu.

Mereka juga terbuka terhadap segala informasi, artinya mereka tidak menutup diri dan terkungkung dengan pendapat serta pemikiran pribadi. Setiap ada informasi baru, mereka akan dengan sigap menanggapi. Jika memang hal itu dirasa baik dan sesuai dengan prinsip yang diyakini, mereka akan menerimanya. Tapi jika tidak, dengan bijaksana mereka akan menolak.

Islam memang terbagi dalam berbagai harakah (hmm,,,baru faham istilah ini waktu screening) dan golongan yang memiliki keyakinan dan prinsip sendiri-sendiri. Tidak ada satupun orang yang bisa menjudge suatu golongan itu salah selagi prinsip-prinsip yang diyakininya masih sesuai dengan Al-Qur’an dan sunnah. Wallahu A’lam. Perbedaan yang terjadi seringkali hanya karena perbedaan penafsiran terhadap suatu dalil.

Mungkin ini bukan mimpi, hanya sebuah harapan yang muncul melihat kondisi umat Islam yang semakin terpecah-pecah, tak terkecuali di kampus ITS. Berbagai golongan yang mengusung organisasinya masing-masing saling berlomba-lomba untuk mendapatkan kader terbanyak. Tidak ada yang salah jika semua itu dilakukan secara seimbang dan dengan cara yang baik. Hanya saja, kita bisa saksikan sendiri bagaimana hubungan antar golongan yang mengatasnamakan Islam sebagai dasar. Entah karena merasa berbeda prinsip atau memang tak mau kalah dengan yang lain, akhirnya mereka menempuh jalan untuk saling bertentangan. Golongan A memusuhi golongan B yang dianggap terlalu ekstrim. Golongan B mengecam golongan C yang dianggap banyak membuat ajaran-ajaran baru. Golongan C hobi menertawakan sikap dan penampilan golongan B. Lalu datang golongan D yang mengkafirkan golongan lain.

ITS mempertemukan aku dengan teman-teman yang berasal dari berbagai macam golongan. Dan memaksaku untuk berinteraksi serta berdaptasi dengan pemikiran, keyakinan dan prinsip yang berbeda-beda. Awalnya memang berat, karena pikiranku masih terdoktrin untuk meyakini hanya golonganku yang benar dan terbiasa memandang sinis pada golongan lain.

Seiring waktu, aku mulai menyadari bahwa kondisi ini bukanlah kondisi ideal bagi umat Islam. Perbedaan bukanlah hal yang salah, perbedaan itu indah. Tidak seharusnya perbedaan yang ada menjadi alasan untuk saling bermusuhan, menjelek-jelekkan apalagi saling menjatuhkan.

Tidak jarang aku mendengar salah satu golongan menggunjingkan golongan lain, mencemooh, menertawakan bahkan mengecam dengan tudingan yang kelewat batas menurutku.

Mengapa kita tidak bisa melahirkan suasana yang indah, di mana perbedaan menjadi suatu hal yang pantas dihormati. Sehingga kita bisa melangkah sejalan. Tidak perlu membesar-besarkan perbedaan yang sebenarnya berakar dari keyakinan yang sama. Tuhan yang sama, Rasul yang sama, kitab yang sama, dasar agama yang sama, rukun iman, rukun islam, dan tujuan hidup yang sama.

Aku ingin dakwah di ITS berjalan seimbang. Setiap harakah dan ormas berhak mendakwahkan ajarannya. Namun tidak perlu diselipi ajaran untuk menjelekkan kelompok lain. Bahkan jika perlu, ada komunikasi dan koordinasi yang kontinu untuk bersama-sama mewujudkan kejayaan Islam.

Sebagai organisasi mahasiswa keislaman tertinggi di ITS, ini adalah kewajiban kita sebagai kader JMMI untuk menyatukan seluruh golongan di ITS. Jangan pernah membatasi dan terpaku pada salah satu golongan, sehingga membuat JMMI kehilangan kepercayaan dari golongan lain.

Memang ini bukan tugas yang mudah, namun tidak mustahil untuk diwujudkan. Sifat netral JMMI bukan berarti tidak menyentuh sama sekali berbagai golongan yang berkembang di ITS. Namun sebaliknya, JMMI justru harus merangkul seluruhnya tanpa terkecuali dan berusaha untuk mensinergikan langkah dalam dakwah. Dengan demikian akan terwujud keharmonisan dan keindahan interaksi yang akan berujung pada kejayaan Islam.

Kembali santai,,,

Hmm,,,itu adalah sebuah harapan yang timbul karena interaksi sehari-hari dengan berbagai jenis golongan. Aku menyayangi semua temanku yang berasal dari berbagai golongan dan aku selalu berharap mereka juga bisa saling berteman.

Matur kasih ya mbak-mbak screener, sedikit banyak hasil eksekusi kemarin menambah pengetahuanku. Tapi satu hal yang aku yakini, dakwah bisa dilakukan di mana saja, kapan saja dan dengan cara apapun, bukan hanya di JMMI. (Miel)

Jum’at, 26 Nopember 2010 : 14.23 WIB

Ruang F101 jurusan Matematika ITS